01/05/19

Pendidikan Politik

Baca Lebih Lanjut...

Puasa Ramadhan 1440 H/2019 M

Baca Lebih Lanjut...

05/04/09

Kampanye Partai Aceh Wilayah Pidie

01 April 2009






Baca Lebih Lanjut...

30/03/09

Menjelang Kampanye Terbuka Partai ACEH

Selasa, 31 Maret 2009 Kantor Partai Aceh di Kerumuni Massa yang datang dari berbagai
Penjuru, untuk mendapatkan sehelai alat peraga kampanye berbagai macam baik stiker, bendera, umbul-umbul dan sebagainya
Baca Lebih Lanjut...

01/02/09

World Acehnese Association (WAA)

World Acehnese Association (WAA) telah tumbuh dan mulai berkembang diseantero dunia. WAA yang peluncuran situs perdananya pada Jum’at(02/01/09) yang lalu, menggambarkan sebuah persatuan masyarakat Aceh yang filosofinya berbentuk peta sejarah bumi Iskandar Muda. Sebagian besar masyarakat Aceh yang kini bermukim di luar begeri, tentu sangat antusias menyambut acara pendeklarasiannya dan memandangnya secara lebih positiv. Pasalnya, pra peresmian resminya itu kerap kali ter-ekspos berita diberbagai media massa terbitan Indonesia yang menayangkan seputar persoalan Aceh.

Tentu bagi masyarakat Aceh, khususnya yang berada diluar negeri sangatlah berbeda cara pandang dan penafsirannya sehubungan kehadiran World Acehnese Association yang masih berumur muda itu. Tanggapan positiv dan pikiran jernih dari siapapun masyarakat Aceh adalah mustahak diperlukan demi perkembangan WAA kedepan dalam mengemban dinamika Aceh masa akan datang yang lebih konprehensiv. Lambang World Acehnese Associatin yang design-nya berbentuk peta Aceh dan warna dekorasinya hitam, merah, kuning, hijau dan putih itu tersirat makna tersendiri serta memiliki akronym histori. Tidak hanya itu, WAA juga dihiasi warna khusus lima bintang kuning sebagai penjelajahannya dibeberapa benua didunia“, cetus Tarmizi Age sebagai koordinator WAA.

WAA semakin memperluas jaringannya “lam sigom donja”. Tercatat dibanyak negara; seperti Jerman, Belanda, Denmark Norwegia, Swedia, Finlandia, Mesir, Jordan, Sudan, Australia, Amerika dan Canada sudah memiliki duta perwakilannya dimasing-masing negara. Tentu perluasan jaringan WAA kedepan diperkirakan semakin melonjak, apalagi ruang lingkup WAA ini menarik perhatian para pelajar Aceh yang sedang menimba ilmu diluar negeri. Jerman, Mesir dan Sudan merupakan negara yang memiliki cabang perwakilan World Acehnese Association yang nota-bend kordinatornya putra (pelajar) Aceh yang tengah menuntut ilmu diberbagai perguruan tinggi di sana.

WAA-Visi dan Misinya
Sebelum dan pasca peresmian situs World Acehnese Association dilakukan, WAA mulai giat memperkenalkan kiprahnya diberbagai media cetak terbitan Aceh maupun media sebrang laut. Promosinya menjadi konsumsi laris bagi dunia pers di Indonesia. WAA kian aktif menaburkan visinya dibanyak terbitan koran-koran sebagai ajang pemberitahuan dan pemersatu rakyat Aceh sekaligus nuansa perkenalan bagi public Nasional dan masyarakat Internasional.

Lahirnya World Acehnese Association menjadi tumpuan rasa per- erat tali silaturrahmi antar sesama rakyat Aceh dan menggapai sebuah genggaman yang penuh isi dan sarat makna. Dengan kata lain, baik tersirat maupun tersurat, WAA telah mengajak rakyat Aceh untuk kembali memberikan arti dari “reunggam aneuk geutue” sekalipun masih sedikit agak sulit untuk “peusaho lam reugam”. Itulah visi World Acehnese Association yang kini sedang dalam perjalanan membawa harapan terbaik bagi kelangsungan hidup masyarakat Aceh. Kepedulian dan intervensinya WAA dalam situasi dan kondisi Aceh terkini merupakan sebuah wujud misinya dalam rangka menangkap berbagai persoalan dan pencarian solusinya. Kiprahnya dalam dunia Aceh menjadi lirikan tersendiri bagi segenap elemen penting di Aceh.

Kita dapat prediksikan bagaimana metode pendekatan dan rangkuman yang dilakukan WAA terhadap partner politikus didalam(Aceh) sehingga menjadi sebuah upaya meyakinkan semua pihak, terutama pihak yang memegang peranan penting dan pos strategis.

WAA Dalam Ranah Politik
Perkembangan Aceh pasca konflikt dan tsunami menjadi pusat perhatian World Acehnese Association. Tidak mengherankan memang. WAA telah memberikan subsidi bagi kelanggengan perjalanan Aceh selama ini. Banyak pikiran konstruktivnya yang telah tersumbangkan bagi kelanjutan proses rehab-rekon Aceh dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Konstribusi dari wadah WAA telah banyak tersalurkan ke dunia perpolitikan lokal di Aceh. Tidak tertutup kemungkinan menjelang pemilihan umum organisasi parti politik di Aceh, terutama partai lokal tentu sangat membutuhkan dukungan dan pikiran sehat dari segenap kru anggota WAA dimanapun berada.
World Acehnese Association akan merangkum suara rakyat Aceh dipemilu april mendatang. Melalui pandangan politiknya WAA mencoba yakinkan masyarakat Aceh menjadi sebuah suara yang bulat dan sebagai langkah penyatuan visi politik bagi mencapai sebuah harapan dan kemenangan besar nantinya.

Pemilihan anggota parlemen Aceh sudah diambang pintu dan gelanggang perpolitikan di Aceh pun mulai pasang kuda-kuda. WAA diharapkan turut memasang lensa kacamata supaya bisa melihat secara jernih jalannya proses demokratisasi politik di Aceh nanti. WAA bisa diartikulasikan sebagai bahagian dari instrument politik yang memiliki daya pengaruh terhadap irama politik itu sendiri. Karena WAA lahir dari basis perkumpulan masyarakat Aceh, maka semua komponen yang berlindung di bawahnya itu punya modal besar dalam mengekspresikan pemikiran politiknya masing - masing dan itu merupakan sesuatu yang lazim. Karena itu WAA mencoba rekrut personel yang punya bakat dalam hal mengabadikan hasrat politiknya dikancah perpolitikan Aceh sehingga melahirkan kader - kader politisi yang handal dan siap terjun membawa harapan masyarakat banyak.
World Acehnese Association merupakan saluran yang dapat mengalir setiap saat dan dipersilahkan untuk menggunakannya. Kritikan, perbaikan dan hal - hal lain yang bersifat renovasi politik sangat tepat untuk dialamatkan kedunia organisasi politik khususnya di Aceh yang cukup membutuhkan input maupun perhatian kita semua. Semoga…! Denmark 19-01-2008.

Penulis adalah Junaidi beuransah, Aktifis World Acehnese Association ( WAA )
yang saat ini menetap di Denmark.
Baca Lebih Lanjut...

PARLOK WAJAH BARU DALAM TEST PERDANA

Aceh datang dengan wajah baru untuk menghiasi warna politik bagi Indonesia. Demokrasi di Aceh mulai tumbuh seiring lahirnya Partai Lokal pertama kali dalam sejarah bangsa Indonesia.
Rakyat Aceh sangat gembira menyambut partai lokal Aceh yang konon baru pertama kali dalam sejarah perpolitikan di Indonesia. Aceh lewat partai lokalnya akan memperebutkan kursi parlemen Daerah(DPRA dan DPRK) dalam pemilu April 2009. Enam parlok dan 39 parnas akan bertanding untuk menarik suara rakyat. Lebih kurang 45 partai politik peseta pemilu yang akan bergelut di arena piasan raya, tentu membuat kalang kabut para pemilih harus mencoblos yang mana. Namun bagi rakyat Aceh tidaklah panik dalam memberikan suara politiknya di hari "H" pemilu pada 9 April mendatang.
Rakyat Aceh sudah dewasa untuk menentukan arah politiknya dan menginginkan adanya suasana baru yang bisa menghantarkan Aceh kedepan kearah yang lebih baik dan bermartabat. Seyogianya masyarakat suka dan menginginkan kepada sesuatu yang baru, apalagi parlok ini menjadi lebih dekat dan bersahabat ketimbang partai politik lain yang berbasis Nasional.

Kehadiran enam partai lokal Aceh membuat pertandingan melawan puluhan partai nasional semakin seru. Parlok Aceh yakin akan mengantongi lebih banyak suara ketimbang parnas. Kemungkinan besar parnas di Aceh akan masuk kandang alias pesimis memperoleh respon massa. Penampilan parlok menjadi bumerang bagi parnas. Gelanggang perpolitikan Indonesia menjelang dan saat hari"H" pemilu berubah dengan hadirnya partai lokal Aceh yang tampil beda dibandingkan sebelumnya.

Parlok Aceh tampil memukau lewat perkenalan politik barunya. Enam parlok yang semenjak awal dinyatakan lulus verivikasi oleh Badan Hukum dan HAM Aceh, kini masing-masing mulai menuai harapan dan visi-misinya kepada masyarakat. Kesemua parlok memiliki kemiripan dalam menyampaikan pandangan atau misinya kepublik. Kesemua parlok itu menyuguhkan harapan politiknya di bidang misalnya; pendidikan, hukum, kesehatan dan perubahan ekonomi bagi masyarakat. Namun sejauh ini belum terlihat adanya sebuah misi alternativ ketimbang misi lama yang sudah baku dan kerap disampaikan saat kampanye menjelang pemilu tahun-tahun sebelumnya.
Khusus satu-satunya partai politik yang sangat diperhitungkan, yaitu Partai Aceh(PA) mencoba bawa aspirasi perjuangan politiknya dari eksklusif menjadi inklusif dan memperjuangkan missi MoU, serta memberikan pendidikan politik kepada rakyat Aceh, seperti pernah disampaikan juru bicara Adnan Beuransah. Jubir Beuransah juga yakin akan memperoleh 80-90 persen suara di kursi parlemen nanti. Peluang PA untuk meraup suara manyoriti relativ besar dan itu yakin kalau kita melihat persentase poling public di siaran online Radio-Antero Banda Aceh. Partai Aceh menduduki peringkat paling atas yang disusuli dengan parti PAAS. Partai Aceh adalah partai yang memiliki misi alternatif dan sangat special dan ini sama sekali tidak ada pada parlok yang lain. Misi MoU adalah target politik utama yang akan disosialisasikan oleh PA sebagai kelanjutan dari perjuangan diplomatiknya
pasca perjuangan eksklusifnya.

Parlok Aceh menjadi motor pembangunan kembali Aceh pasca konflik yang berkepanjangan dan tsunami. Partai Lokal kiranya benar-benar mengusung aspirasi masyarakat dan ini merupakan percobaan test perdananya. Karena itu kemungkinan besar masyarakat sangat menaruh harapan pada parlok. Sebab di forum legislativ nanti pasti didominasi oleh caleg dari parlok. Analisa masyarakat, bahwa masa depan Aceh akan lebih cerah dan maju. Oleh karena itu perubahan-perubahan nyata(demokrati) harus diwujudkan terutama kinerja birokrasi yang bobrok dan penghilangan KKN. Jika ini tidak dapat dilakukan, maka masyarakat akan menilai parlok sebagai kegagalan dalam uji coba test selaku wakil rakyat dan dengan sendirinya masyarakat akan berpaling nanti dalam pemilu periode 2014.

Aceh kini menjadi perhatian khusus dunia internasional setelah perundingan Helsinki dilakukan tahun 2005 lalu. Jadi parlok Aceh punya hubungan dengan panggung politik internasional. Berhasil tidaknya parlok memainkan kiprahnya dalam gelanggang perpolitikan baik tingkat lokal maupun nasional, maka tolok ukur masa depan kemajuan Aceh kedepan sangat menentukan. Saya memprediksikan bahwa parlok menjadi partai unggul terutama Partai Aceh dapat diandalkan untuk membawa arus perubahan Aceh kedepan. Untuk mencapai seperti yang diharapkan, maka parlok diharapkan betul-betul mampu menguasai konsep politik atau menjadi konseptor dan orator dalam membangun Aceh.

Partai lokal Aceh merupakan wadah pemersatu rakyat pasca perang melawan Jakarta. Terlebih partai Aceh(PA) yang tumbuh subur dari sosok Gerakan Aceh Merdeka GAM yang rela menanggalkan perjuangan bersenjata menjadi perjuangan politik sipil secara demokrasi. Tak hanya Partai Aceh(PA), parlok lainnya pun diharapkan betul-betul menjadi roda demokrasi dan menstransformasikan Aceh kedepan yang lebih dewasa dan damai. Apalagi partai lokal Aceh yang tampil perdana dalam sejarah barunya Aceh, menjadi dekorasi dalam berdemokrasi sekaligus mewujudkan implementasi dari hasil kesepakatan Perjanjian MoU Helsinki di Nanggroe Aceh.
Selaku rakyat, kita mendukung penuh kehadiran parlok Aceh akan membawa semangat baru, wajah baru, pemikiran baru dan semua baru demi kepentingan rakyat dan Nanggroe Aceh. Karena itupula bahwa, kita juga menaruh harapan agar terwujudnya sebuah jembatan via parlok untuk menuju Aceh yang "Baldatun thaiyibun warabbun ghafur". Rakyat Aceh percaya dan menyerahkan semua persoalan politik kepada parlok selaku calon wakil rakyat kedepan yang penuh amanah dan punya kredibilitas tinggi. Terutama Partai Aceh, yang sampai saat ini masih merupakan harapan besar rakyat untuk mengurus, menjaga dan melaksanakan cita-cita masyarakat Aceh serta membawa semangat MoU untuk menuju masa depan kemuliaan Aceh yang sempurna. Kami rakyat berada dibelakang dan mendukung parlok, terutama Partai Aceh(PA). Semoga berhasil dan berjaya.

Penulis adalah Junaidi B, Aktifis World Acehnese Association(WAA) sekarang menetap di Denmark.
Baca Lebih Lanjut...

12/12/08

PARTAI POLITIK LOKAL (PARLOK) DI ACEH HANYA MENGAMBIL KEUNTUNGAN SEMATA DARI PROSES PERDAMAIAN ACEH.

Keberadaan Partai Politik Lokal di Aceh hanya mengambil keuntungan/mamfaat semata dari proses Perdamaian Aceh antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, Fillandia 15 Agustus 2005, kecuali Partai ACEH (PA), Partai yang mengikat serta bertanggungjawab terhadap Perjanjian Damai Aceh. PA didirikan berdasarkan amanah MoU Helsinki oleh para pejuang Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Para politisi-politisi baru atau petualang-petualang Politik baru melalui Partai Politik Lokalnya hanya melirik dan berebut pada salah satu point saja dari MoU Helsinki, yaitu Point 1.2.1 tentang pendirian Partai Politik Lokal di Aceh, point 1.2.1 MoU Helsinki inilah yang diperebutkan, kerena point ini dianggap dapat memberikan keuntungan politis bagi mereka atau kelompoknya untuk merebut "Kekuasaan", dengan mendirikan partai-partai Politik Lokal sebagai kenderaan politiknya. Sementara banyak sekali point-point yang lain dalam MoU Helsinki yang sebenarnya sangat besar memberikan mamfaat bagi rakyat Aceh secara umum tidak pernah mereka perhatikan, karena tidak bermamfaat untuk mereka sendiri atau kelompoknya. Padahal kalau mereka atau kelompok mereka benar-benar ingin membangun Aceh dan membawa Aceh ke arah yang lebih baik, maka seharusnya mereka dan kelompoknya melihat MoU secara utuh (tidak sepotong-potong) dan ikut berperan aktif dalam mengawal UUPA agar sesuai dengan MoU, tidak hanya mengawal Point 1.2.1 saja.


Kita semua sudah melihat apa yang diperjuang GAM melaui sayap Militernya Teuntra Neugara Atjéh (TNA) dulu hingga terwujudnya sebuah perjanjian damai untuk Aceh yang diatur dalam MoU Helsinki itu bukan untuk GAM maupun TNA, akan tetapi semuanya untuk Aceh secara keseluruhan, TNA berperang mengorbankan harta, keluarga, serta mempertaruhkan darah dan nyawa semata-mata untuk Aceh. Apa yang terhasilkan memalui perjuangan mereka yang termaktub dalam MoU Helsinki dan kemudian diwujudkan kadalam Undang Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) “yang dipihak GAM sendiri belum menerima dan tidak juga menolak, namun perlu direvisi” itu semua untuk Aceh, tidak ada satu point pun untuk kepentingan GAM. TNA yang pasca MoU Helsinki berobah menjadi Komite Peralihan Aceh (KPA) yang dulunya berjuang dengan mengorbankan segalanya juga tidak pernah menuntut adanya sebuah point atau pasal dalam UUPA yang mengatur tentang mereka. jadi nyata memang apa yang mereka perjuangkan bener-benar untuk kesejahteraan dan kemakmuran Aceh.

Apa alasan atau dasarnya bagi Partai Politik Lokal (Parlok) di Aceh (selain PA) yang selama ini berkoar-koar sebagai pejuang atau pembuat perubahan untuk kemakmuran dan kesejahteraan Rakyat Aceh. padahal mereka, baik indifidu maupun lembaga hanya mempergunakan hasil dari perjanjian damai untuk Aceh atau buah dari perjuangan dan pengorbanan GAM dengan memamfaatkan Point 1.2.1 MoU Helsinki sebagai modal dan landasan berpijak untuk merebut kekuasaan melaui Partai Politik Lokal.

Para Pimpinan dan Pengurus Parlok di Aceh saat ini sedang berteriak-teriak kalau mereka atau Parloknya sebagai pembawa dan pembuat perubahan untuk Aceh, atau seolah-olah sebagai panglima diwaktu perang, padahal dia sendiri tidak pernah ikut berperang. Saat ini menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2009, hal ini semakin diperparah dengan munculnya Caleg-Caleg dari Parlok tadi, dimana mereka bukan berlatar belakang dari kelompok pergerakan atau organisasi pembuat partai tadi, mereka dipilih hanya untuk menutupi kekerangan personil pengurus di tingkat kepengurusan tertentu, yang kemudian dimunculkan sebagai Caleg dari Parlok tersebut. Para Caleg-Caleg inilah nantinya akan bergentayangan disetiap tempat dengan memposisikan diri sebagai Panglima di atas Panglima, bisa dibayangkan apa jadinya nantinya...... dan apa yang akan terjadi untuk Aceh nantinya bila mereka terpilih menjadi Anggota Parlemen baik di DPRK atau DPRA nantinya???.

Maka dari itu, kita semua khususnya masyarakat Aceh sebagai masyarakat yang akan melihat, menikmani dan menjalani hidup dan kehidupan di Nanggroe Aceh yang secara otomatis tidak terlepas dari konsekwensi hasil kerja Parlemen Aceh nantinya agar benar-benar memamfaatkan momentum ini, memamfaatkan ruang yang telah dibuka dan terbuka untuk Aceh secara Umum. kita semua harus jeli melihat siapa sebenarnya yang bisa membawa perubahan untuk Aceh.
Baca Lebih Lanjut...